Opini  

Korupsi Semakin Menjadi

Avatar
Korupsi Semakin Menjadi

Korupsi Semakin Menjadi

Penulis : Nany (Pemerhati Sosial)

Berbicara korupsi, sepertinya hal yang tidak aneh di negara ini. Indonesia merupakan negara yang sudah sangat memprihatinkan tingkat korupsinya. Transparency Internasional Indnesia menjelaskan  bahwa indeks ersepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 turun empat poin banding tahun 2021. Di Kawasan Asean Indonesia menempati peringkat ketuuh dari 11 negara. Singapura adalah negara yang tingkat korupsinya sangat kecil (Detiknews.com 31/01/2023)

Pelaku korupsi di negeri  ini adalah mereka yang justru ketika mulai bekerja itu di sumpah dengan sebuah sumpah yang tak main-main. ICW mencatat bahwa  pada tahun 2021 pelaku korupsi didominasi oleh ASN disusul oleh pihak swasta (ataboks.katadata.co.id, 13/09/2021). Pada edisi 25/09/2022 dituliskan bahwa pelaku korupsi 2004-2022 didominasi oleh pihak swasta dan disusul oleh  Anggota DPR/DPRD, dan kemudian Esselon.

Korupsi adalah sebuah tindakan yang jelas berbahaya dan merugikan, dengan  ataupun tanpa alasan apapun, korupsi itu melanggar hukum negara, bahkan hukum agama. Bukankah di Indonesia ada Undang-undang no 28 tahun 199 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Menjelaskan bahwa Korupsi Kolusi dan Nepotisme adalah perbuatan tercela bagi penyelenggara negara.

Bahkan jika dihitung  Undang-Undang yang berlaku di Indonesia berkaitan dengan korupsi ini sudah banyak. Kemenhumkam  dalam laman webnya menuliskan lebih dari 20 UU yang berkaitan dengan korupsi. Belum lagi dengan peraturan perintah dan aturan dan undang-undang yang lain.

Dengan adanya aturan yang banyak tidak menjamin sebuah negara bisa mengatasi korupsi. Artinya ada sifat dari manusia itu sendiri yang seharusnya disadarkan.

Bukankah negara Indonesia, berdasarkan sila pertama yang mengharuskan semua warganya ber-Ketuhanan , melarang untuk melakukan aktivitas korupsi sebagaimana sekarang banyak dilakukan.

Jika akhirnya dengan aturan dan agama yang dianut belum mampu menjadi benteng dalam mengerem tindakan korupsi, maka ada hal lain yang menjadi faktor seseorang melakukan korupsi.

Salah satu Teori korupsi menurut Jack Bologne Gone Theory  menyebutkan bahwa yang meyebabkan seseorang yang melakukan korupsi adalah karena adanya keserakahan, kesempatan, kebutuhan dan pengungkapan (Pusat Edukasi  AntikorupsI).

Jika melihat  kebanyakan dari para pegawai atau sebuat saja pejabat pemerintah yang melakukan korupsi,  justru mereka menempati posisi strategis, gaji besar, hisup mereka sudah enak. Jadi apa yang disebuat Theory Gone, memjadi sebuah kebenaran yang faktanya mereka yang serakah, merasa tidak pernah cukup dan puas dengan apa yang meraka miliki. Ditambah lagi dengan adanya kesempatan yang dimiliki oleh mereka yang berjiwa serakah.

Muslim, sebagai mayoritas penduduk Indonesia yang memiliki kitab Al-quran sebagai petunjuknya menjelaskan bahwa sebagai manusia kita memang memiliki sifat serakah sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-‘Adiyat ayat 6-8 menjelaskan bahwa  “ Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar. (Tidak berterima kasih) pada tuhan-Nya.  Dan sesungguhnya manusia itu sendiri menyaksikan keingkaranya)”.

Di sisi lain kita dilarang berperilaku boros, pamer, dan harus menyukuri dengan apa yang kita miliki saat ini. Kurangnya rasa syukur akan nikmat yang telah diberikan menjadi salah satu pemicu dari perbuatan korupsi. Padahal dengan rasa syukur justru Allah akan menambah nikmat-Nya.

Ada juga satu hal yang tak kalah penting di negeri ini yang menjadikan korupsi semakin subur. Hukuman yang diterapkan bukan hukuman yang dapat menimbulkan efek dan rasa jera bagi pelakunya. Jadi seharusnya para penegak hukum berkomitmen untuk lebih menjadikan hukum ini untuk berdampak pada hal yang menjadi tujuan dari hukum itu sendiri.

Rasa diawasi seolah menjadi hal yang bisa dilakukan dengan jalan cingcai saat ada audit. Namun mereka lupa bahwa pengawasan Allah melalui para malaikat justru harus menjadi benteng bahwa korupsi ini sangat dilarang oleh agama. Ihsan seharusnya ada dalam diri kita. Karena yang mengawasi kita memang belum bisa langsung memberikan hukuman. Namun kelak kita akan bertemu dengan hisab akherat yang di sana tidak akan ada yang mampu menjadi penjamin kecuali diri kita sendiri. Wallahua’lam. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *