Opini  

Takwa Sepanjang Hayat

Avatar
images 23

Oleh: Ummu Fikri (Penggiat Literasi)

Ramadhan telah berlalu, hari kemenangan pun usai dirayakan dengan begitu meriah.  Perayaan Idul Fitri seolah menjadi momen yang begitu menyita waktu dan energi serta tenaga. Bagaimana tidak, semua tertuju pada hari Idul Fitri.

Bahkan momen 10 hari terakhir di bulan Ramadhan malah banyak yang ditinggal akan keutamaannya. Semua sibuk dengan persiapan pernak pernik lebaran mulai dari berbelanja baju, mempersiapkan aneka jenis kue, mengganti warna cat rumah, mempersiapkan kendaraan, mempersiapkan uang  baru berseri dan masih banyak hal lain disiapkan dalam rangka menyambut momen yang dirayakan sekali dalam setahun.

Penetapan Hari Raya Idul Fitri oleh Rosulullah dengan tujuan untuk menggantikan hari raya yang dilaksanakan orang-orang Madinah kala itu.

Sabda Rosulullah SAW : “Jabir ra, berkata : Rosulullah datang ke Madinah sedangkan bagi penduduk Madinah ada ada dua hari yang mereka (bermain-main padanya dan merayakannnya dengan berbagai permainan). Maka Rosululllah bertanya : “ Apakah hari yang dua ini? ” Penduduk Madinah menjawab : “Adalah kami di masa jahiliyah bergembira ria padanya”. Kemudian Rosul Bersabda :  “Allah telah menukar dua hari raya dengan lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR. Abu Daud).

Cucu Rosulullah pun Hasan dan Husen pernah bersedih saat akan merayakan Idul Fitri karena belum memiliki baju baru. Kemudian menanyakan pada ibundanya Siti Fatimah Azzahra, dan dijawab dengan mengatakan bahwa baju mereka masih di tukang jahit. Padahal Ibunda Fatimah tidak memiliki uang untuk membelikan baju baru kedua anaknya. Saat malam takbir tiba, Malaikat Ridwan pun mengirimkan baju baru untuk cucu Rosulullah dengan membawakan baju baru yang bisa dikenakan saat Hari Raya Idul Fitri.

Merasa senang dan bergembira dalam menyambut momen lebaran bukanlah hal yang dilarang, berbagi kebahagiaan bahkan dianjurkan dengan bersedekah dan saling memberi. Namun amat sayang jika jatuhnya ada unsur keriyaan (memamerkan amal ibadah atau prestasi kepada orang lan dengan tujuan mendapat pujian), atau sekadar mengikuti gaya hidup flexing (pamer).

Kegembiraan dengan datangnya Hari Kemenangan itu adalah hal yang lumrah setelah sebulan kita berjuang berpuasa melawan hawa nafsu dan segala hal yang membatalkan. Namun perlu kita ingat pula bahwa masih banyak saudara kita yang saat ini kondisinya masih belum bisa dikatakan layak. Jangankan untuk melakukan hal  dalam rangka mnyenangkan diri (rekreasi, jalan-jalan, berbelanja dan lain-lain), untuk makan sehari-hari saja dirasakan begitu berat.

Sudah seharusnya tujuan berpuasa untuk menjadikan kita pribadi yang bertakwa terlihat setelah sebulan kita berlatih menahan dari yang membatalkan dan juga hawa nafsu. Sebelas bulan kedepan akan terlihat apakah kita akan menjadi pribadi yang terus menerus bertakwa atau ketakwaan kita hanya dibatasi oleh bulan puasa saja. Sudah seharusnya kita semua yang telah melewati bulan puasa dan hari kemenangan meningkatkan ketakwaan yang diwujudkan lewat ibadah, sikap kepedulian, disiplin, tanggung jawab, integritas  dan karakter- karakter yang menjadi cerminan muslim yang bertakwa. Tulisan ini semoga menjadi pemantik diri dan setidaknya akan menjadi kebaikan bagi yang membaca apalagi tergugah.

Wallahua’lam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *